ads

Saturday, February 6, 2016

Fatarmorgana Kehidupan





Fatarmorgana Kehidupan: 
Ke mana rakan FB aku?

Kematian: Sampai bertahun-tahun anak-anak dan isteriku pun masih terus mendoakanku agar aku sentiasa berbahagia di akhirat sana tetapi kawan-kawan fb dan sepejabat hilang entah kemana?.
.......................


Suatu hari saya terlanggar dengan seseorang yang tidak saya kenal. “Oh, maafkan saya,” reaksi spontan saya. Dia juga berkata, “maafkan saya juga.” Orang itu dan saya bertegur sangat sopan. Kami pun berpisah dan mengucapkan salam.

Namun cerita jadi lain apabila sampai di rumah. Pada hari itu juga, ketika saya sedang menelefon salah satu rakan sekerja terbaik saya, dengan bahasa lembut dan santun untuk meraih dan melobi simpati rakan, tiba-tiba anak lelaki saya berdiri diam-diam di belakang saya. Ketika hendak berpusing, hampir saja membuatnya jatuh. "Pergi!!!, main sana, ganggu saja!!!", teriak saya dengan marah. Ia pun pergi dengan hati hancur dan merajuk.

Ketika saya berbaring di tempat tidur malam itu, dengan halus Malaikat berbisik. "Tuhan menyuruh Aku mencabut nyawamu dan mengambil hidupmu sekarang. Namun sebelumnya, Tuhan izinkan kau melihat lorong waktu sesudah kematianmu. Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan. Akan tetapi dengan anak sendiri, engkau perlakukan kasar, akan ku perlihatkan engkau setelah kematianmu hari ini, bagaimana keadaan majikanmu, kawan rapatmu, sahabat dunia mayamu serta keadaan keluargamu".

Lalu aku pun melihat, hari itu saat jenazahku masih diletakkan di ruang keluarga, hanya satu orang sahabat dunia mayaku yang datang, selebihnya hanya mendoakan di dalam group, bahkan ada juga yang tidak memberi komen apa-apa pun atas kepergianku dan ada juga yang hanya menulis, 'Al-Fatihah' ada yg 'RIP' - Rest in Peace. 

Kawan sekerja ku datang, Sekejap melihat jenazahku, lalu mereka asyik mengambil gambar dan bercerita. Bahkan ada yang asyik membicarakan aibku sambil tersenyum-senyum. Bos yang aku hormati, hanya datang sebentar melihat jenazahku dalam beberapa minit lalu pulang dan kawan-kawan rapatku, tidak ada satupun dari mereka yang aku lihat.

Lalu ku lihat anak-anakku menangis di pangkuan isteriku, yang kecil berusaha menggapai jenazahku meminta aku bangun, namun isteriku menghalangnya. Isteriku pengsan berkali-kali, aku tidak pernah melihat dia sebingung demikian. Lalu aku teringat betapa sering aku acuh tak acuh dengan panggilannya yang mengajakku berbual, aku selalu sibuk dengan hp ku, dengan kawan-kawan dan teman-teman dunia mayaku. Lalu aku lihat anak-anakku sering ku herdik dan  ku bentak mereka saat aku sedang asyik dengan hpku, di saat mereka minta perhatian dariku.  Oh Tuhan.... Maafkan aku.

Lalu aku melihat 7 hari selepas kematianku. Teman-teman sudah melupakanku, sampai detik ini aku tidak lagi mendengar doa mereka untukku. Pihak office menggantiku dengan staf lain, teman-teman dunia mayaku masih sibuk dengan perbualan di group, tanpa ada yang berbicara tentangku ataupun bersedih terhadap ketiadaanku di group mereka.

Namun, aku melihat isteriku masih pucat dan menangis, air matanya selalu menitis saat anak-anakku bertanya di mana papa mereka?. Aku melihat dia begitu longlai dan pucat, ke mana semangatmu isteriku?. Oh Tuhan maafkan aku....

Hari ke 40 sejak aku tiada, teman-teman FB ku lenyap secara drastik, semua sudah memutuskan hubungan denganku, seolah tidak ingin lagi melihat kenanganku semasa hidup. Bosku dan teman-teman sekerja, tidak ada satu pun yang mengunjungi kuburku atau pun sekadar mengirimkan doa. Lalu kulihat keluargaku, isteriku sudah boleh tersenyum, tapi tatapannya masih kosong, anak-anak kecilku masih asyik bertanya bila papa pulang. Anakku yang paling kecil adalah yang paling ku sayang, masih selalu menungguku dijendela, menantikan kepulanganku.

Lalu 15 tahun berlalu, kulihat isteriku menyiapkan makanan untuk anak-anakku, sudah mulai kelihatan kedutan tua dan lelah di wajahnya. Dia tidak pernah lupa mengingatkan anak-anak bahawa hari ini hari Jumaat, jangan lupa solat.

Lalu aku membaca tulisan di atas secebis kertas milik anak perempuanku malam semalam, dia menulis.... "Seandainya aku masih punya papa, pasti tidak akan ada laki-laki yang berani tidak sopan denganku dan aku tidak melihat mama sakit mencari nafkah seorang diri buat kami. Oh Tuhan.... Kenapa Kau ambil papaku, aku perlu papaku Ya Allah...", kertas itu basah karena titisan airmatanya..
Ya Allah maafkanlah aku....

Sampai bertahun-tahun anak-anak dan isteriku pun masih terus mendoakanku agar aku sentiasa berbahagia di akhirat sana.

Kemudian, aku terbangun..... Oh Tuhan syukur... Ternyata aku cuma bermimpi....

Perlahan-lahan aku pergi ke kamar anakku dan berlutut dekat tempat tidurnya. Aku masih lihat airmata di sudut matanya, kasihan, terlalu keras aku mengherdik mereka... ". Anakku, papa sangat menyesal karena telah berlaku kasar padamu. “Anakku, aku mencintaimu... aku benar-benar mencintaimu, maafkan aku anakku”. Ku peluk anakku, ku cium pipi dan keningnya. Lalu kulihat isteriku yang sedang tertidur, isteriku yang sapaannya sering ku tak hirau ajakannya untuk  berbicara. Sering kali aku sengaja berpura-pura tidak mendengarnya, bahkan pesan-pesan darinya sering aku anggap tak bermakna, maafkan aku isteriku, maafkan aku.

Air mataku tak dapat ku bendung lagi. Apakah kita menyedari bahwa jika kita mati esok pagi, jabatan di mana kita bekerja akan mudah mencari pengganti kita.  Teman-teman akan melupakan kita sebagai cerita yang sudah berakhir, malah ada rakan-teman kita yg masih menceritakan kelemahan yang tidak sengaja kita lakukan. Teman-teman dunia maya pun tak pernah membicara  lagi, seolah-olah aku tidak pernah wujud dalam group mereka.

Lalu aku rebahkan diri di samping isteriku, hpku masih terus bergetar, berpuluh-puluh notifikasi masuk menyapaku, menggelitik untuk aku buka, tapi tidak.. tidak.. Aku matikan hpku dan aku pejamkan mata. Maaf... Bukan kalian yang akan membawaku ke syurga, bukan kalian yang akan menolongku dari api neraka, tapi keluargaku....

Keluarga yang jika kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka.

Dari Wattsapps : Rodongan


Pulanglah pada Tuhan cahaya kehidupan
Syarat bahagia di dunia
Akhirat kekal selamanya pada Allah
( korus )
Sudah menjadi lumrah kehidupan di dunia
Cabaran dan dugaan mendewasakan usia
Rintangan dilalui tambah pengalaman diri
Sudah sunnah ketetapan Ilahi
Deras arus dunia menghanyutkan yang terleka
Indah fatamorgana melalaikan menipu daya
Dikejar dicintai bak bayangan tak bertepi
Tiada sudahnya dunia yang dicari
Begitu indah dunia siapa pun kan tergoda
Harta, pangkat dan wanita melemahkan jiwa
Tanpa iman dalam hati kita kan dikuasai
Syaitan nafsu dalam diri musuh yang tersembunyi
Pulanglah kepada Tuhan cahaya kehidupan
Keimanan ketakwaan kepadanya senjata utama
( ulang dari korus )
Sabar menempuh jalan tetapkan iman di hati
Yakinkan janji Tuhan syurga yang sedia menanti
Imanlah penyelamat dunia penuh pancaroba
Hidup akhirat kita kekal bahagia
Imanlah penyelamat dunia penuh pancaroba
Hidup akhirat kita kekal bahagia
Pulanglah pada Tuhan cahaya kehidupan
Syarat bahagia di dunia
Akhirat kekal selamanya pada Allah
Allah
Kategori : Nasyid

Singa Padang Pasir Yang Digeruni...



Kehidupan di dalam menegakkan agama Allah ini hanya mempunyai dua hal. Kemenangan atau mati syahid. Selagi negara diperintah oleh hukum-hakam dari penjajah, selagi itu negara tidak akan diberkati.



 Usianya memang sudah senja, namun tubuhnya tetap tegap dan gagah di hadapan prajurit Italy yang menjaganya cukup ketat. Dengan tenang, lelaki ini berjalan menuju tiang gantungan. Namun, hatinya masih yakin, negara dan rakyatnya akan merasakan kebebasan dan lepas dari penjajahan.

Tahun 1931 Umar Mukhtar tertangkap. Dan setelah melalui pengadilan, pada 16 September 1931, Umar Mukhtar dihukum mati di tiang gantungan.


Penghakiman mengambil masa hanya 75 minit sebelum dijatuhkan hukuman gantung.

Pegawai tentera : Adakah kamu memerangi negara Italy?
Umar Mukhtar : Ya

Pegawai tentera : Adakah kamu memberi semangat pada masyarakat supaya bangkit menentang?
Umar Mukhtar : Ya

Pegawai tentera : Adakah kamu sedar akan hukuman atas apa yang telah kamu lakukan?
Umar Mukhtar : Ya 

Pegawai tentera : Adakah kamu mengakui apa yang telah kamu sebutkan?
Umar Mukhtar : Ya

Pegawai tentera : Sejak bila kamu memerangi pemerintahan Italy?
Umar Mukhtar : Sejak 20 tahun.

Pegawai tentera : Adakah kamu menyesal atas apa yang kamu telah lakukan?
Umar Mukhtar : Tidak

Pegawai tentera : Adakah kamu sedar bahawa kamu akan digantung?
Umar Mukhtar : Ya

Hakim mahkamah : Aku berasa sedih pada kesudahan kamu yang sebegini.

Lalu dijawab oleh Umar Mukhtar 
 "Malah bagiku inilah jalan yang paling afdhal untuk aku akhiri hayatku"...

Kemudian pihak hakim cuba menukar keputusannya untuk memberi pengampunan am dengan syarat Umar Mukhtar perlu menulis risalah kepada para mujahidin supaya menghentikan jihad ke atas orang-orang Italy.

Lalu Umar Mukhtar merenung kepada hakim, kemudian berkata padanya dengan perkataannya yang cukup mahsyur yang layak ditulis dengan tinta emas:
"Sesungguhnya jari telunjuk ini yang diangkat pada setiap kali solat bagi menyaksikan bahawa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu pesuruh Allah, mana mungkin sekali-kali akan menulis satu kalimah yang batil!! " ...

Akhirnya Umar Mukhtar dihukum bunuh.. akan tetapi beliau tetap hidup di hati orang2 yang tahu menilai apa itu makna hak, kebebasan dan kemuliaan.

Sebaliknya pada hari ini berapa banyak jari-jari telunjuk yang sanggup pula menulis kalimah-kalimah yang batil?!.

.........................................


Umar Al-Mukhtar: Singa Padang Pasir Yang Digeruni


KEMERDEKAAN merupakan impian setiap manusia. Tiada manusia yang sanggup dibelenggu oleh penjajahan dan penindasan. Apabila hal ini berlaku, manusia akan tampil memberontak dan berusaha membebaskan diri mereka ataupun negara mereka dari cengkaman tersebut. Inilah yang dapat diperkatakan mengenai Umar Mukhtar, wira kebanggan rakyat yang namanya bersemadi di dalam hati sanubari rakyat Libya hingga ke hari ini.

Latar belakangnya

Sedari usia muda beliau bangun memperjuangkan kemerdekaan negaranya daripada dibelenggu oleh cengkaman kuasa fasis Itali walaupun akhirnya Umar Mukhtar terpaksa syahid di tali gantung. Namanya terpahat kukuh dalam tinta emas, menjadi inspirasi dan dianggap simbol keagungan dalam usaha membebaskan Libya daripada belenggu penjajahan.

Umar Al Mukhtar telah dilahirkan pada tahun 1862 dan merupakan putera kepada Mukhtar bin Umar dan Aiesha binti Muhareb. Dia berasal daripada suku Boray dan Al Manfah. Sebagai seorang remaja, beliau didoktrinkan berdasarkan ideologi gerakan Sanusiah. Pada usianya 16 tahun, ayahnya meninggal dunia semasa menunaikan haji ke Makkah, dan menjadikan dia seorang anak yatim pada usia yang muda. Mukhtar kemudian berpindah ke Jaghboub. Di sana, dia belajar di Institut Pengajian Tinggi dalam bidang Sains Islam selama 8 tahun.

Ketika remaja

Kerana kewibawaan, kepimpinan dan kecemerlangannya dalam segala bidang, dia memperoleh pengiktirafan yang tinggi daripada syeikh dan pemimpin Sanusi. Pada tahun 1897, dia telah dilantik oleh Sidi Al Mahdi sebagai Syeikh Zaywat AliAqour. Pada bulan Oktober 1911, tentera Italy memulakan tindakan untuk menawan Libya. Rakyat Libya dengan sungguh-sungguh berjuang mempertahankan negara mereka walaupun dengan kelengkapan senjata yang kurang sempurna. Pada awal penjajahan mereka, tentera Italy memberi tumpuan kepada bandar-bandar di tepi pantai seperti Tripoli, Benghazi, Misrata dan Derna. Pertempuran yang hebat berlangsung di Al-Hani berhampiran Tripoli (23 Oktober 1911), Ar-Rmaila berhampiran Misrata, Al-Fwaihat dekat Benghazi (Mac 1912) dan Wadi Ash-Shwaer berhampiran Derna. Pertempuran-pertempuran yang lain berlaku di kampung, gunung dan padang pasir. Salah satu daripada pertempuran hebat yang berlaku di Ghertabiya dekat Sirt (April 1915) telah menyebabkan beribu-ribu tentera Italy terkorban.

Akibat kebencian dan kemarahan yang meluap-luap, rakyat Libya segera bangkit mempertahankan tanah air mereka. Umar Al Mukhtar diarahkan oleh Sidi Idris Al Mahdi mengetuai pertempuran. Beliau mengatur strategi dengan membentuk satu pasukan tentera yang digelar tentera Mujahidin dengan bersumberkan cukai yang meliputi cukai binatang ternakan dan bijirin. Rakyat Libya membantu pasukan Mujahidin dengan makanan, tentera dan bekalan senjata.

Walaupun selepas beberapa tahun berjuang Italy berjaya menawan Libya, namun pada peringkat awal mereka tidak dapat berbuat demikian kerana pejuang Mujahidin Libya seperti Umar Mukhtar dan para pengikutnya memberikan tentangan yang begitu hebat kepada tentera Italy. Mereka meninggalkan rumah dan bergerak menuju ke kawasan pergunungan untuk merancang dan melancarkan serangan terhadap tentera Italy. Pejuang-pejuang Mujahidin Libya lain yang turut gigih menentang pendudukan Itali ialah Ramadan as Swahili, Mohamed Farhat Az Zawawi, Al-Fadeel Bo-Omar, Solaiman Ai-Barouni dan Silima An Nailah. Umar Mukhtar bertanggungjawab menyusun semula gerakan tenteranya di Gunung Hijau (Aj-Jabal Al-Akdar, Timur Jauh) Libya dan melancarkan serang padu terhadap Italy selepas Perang Dunia 1. Pasukan Mujahidin menyerang troop tentera Italy di atas puncak bukit, hutan dan lembah Gunung Akhdar.

Pada tahun 1922, Italy mula tertakluk di bawah undang-undang fasis. Semua perjanjian yang telah ditandatangani dengan Sidi Idris As-Sanusi telah digantung dan polisi yang menindas dan zalim telah dikenakan terhadap Libya. As-Sanusi terbang ke Mesir pada tahun 1923 meninggalkan Umar Mukhtar yang bertanggungjawab untuk penentangan secara habis-habisan dalam keadaan serba kekurangan.

Apabila Italy merasakan bahawa mereka sukar untuk menghadapi tentera Mujahidin dan mungkin kehilangan Libya kepada pihak Mujahidin, pihak berkuasa Italy menghantar salah seorang pegawai tertinggi mereka, Badolio. Badolio menggunakan kaedah yang tidak berperikemanusiaan untuk menamatkan penentangan. Dia bukan hanya mengetuai penentangan terhadap Umar Mukhtar dan pengikut-pengikutnya tetapi turut bertindak menghukum penduduk-penduduk yang tinggal di bandar dan di desa dan menuduh mereka membantu tentera Mujahidin Libya. Di samping Badolio, kerajaan Italy yang diketuai oleh Mussolini turut menghantar Rodolfo Grasiani unttuk menyelesaikan masalah yang berlaku. Semasa Libya di bawah Grasiani beribu-ribu rakyat Libya yang tidak berdosa sama ada tua, muda, perempuan, dan kanak-kanak dibunuh secara kejam. Mussolini mengarahkan Grasiani melakukan apa-apa sahaja bagi menghadapi penentangan rakyat Libya.

Grasiani bersetuju ke Libya jika Mussolini membenarkan dia melakukan apa-apa yang di suka hatta termasuk membelakangi undang-undang yang sedia ada. Sebelum pergi ke Libya, terlebih dahulu pegawai yang kejam ini berkunjung ke Morj, Switzerland untuk bersuka ria dan pada masa yang sama merancang serangan bunuh terhadap rakyat Libya dengan berpandukan kepada motto yang dipegang oleh Mussolini, “Jika anda tidak bersama saya, anda menentang saya!” Ini bermakna satu cara terbaik untuk menawan negara tersebut dan mengawal rakyatnya adalah dengan membunuh!. Akibatnya, semasa Libya berada di bawah penjajahan Italiy hampir separuh daripada rakyatnya telah dibunuh dengan kejam.

Kaum lelaki, wanita, orang tua dan kanak-kanak telah dizalimi dan dibunuh sama ada dengan menembak mereka, menggantung mereka di khalayak ramai dan membunuh secara tidak langsung iaitu dengan membiarkan mereka mati kelaparan, dan tidak diberi ubat apabila mereka sakit. Tindakan- tindakan kejam ini dilakukan demi untuk menunjukkan kepada dunia bahawa mereka berkuasa dan mampu menceroboh dan menawan negara lain, sama seperti kuasa-kuasa lain di dunia.

Perancangan Grasiani ialah memencilkan Libya sepenuhnya dan menghalang sebarang hubungan secara langsung atau tidak langsung antara Mujahidin Libya dengan jiran-jiran mereka yang selama ini membekalkan mereka dengan senjata dan maklumat. Grasiani telah membina tembok berwayar yang panjangnya sejauh 300km, tingginya 2 meter dan 3 meter lebar, bermula dari Pelabuhan Bardiyat yang terletak di utara Libya hingga ke Al-Jaghoub di Tenggara Libya, Perancangan beliau yang kedua ialah membina kem tahanan berpusat di Al-Aghaila, Al-Maghroun, Solouq dan Al-Abiyar.

Pada penghujung November 1929, semua rakyat Libya tinggal di khemah di Al-Jabar Al-Akdar, Mortaf-Aat Al-Thahair, dari Utara Beneena hingga ke Ash- Shlaithemiya Selatan, dari Tawkera hingga ke selatan padang pasir Balt Abdul-Hafeeth. Semua penduduk daripada mana-mana kabilah, dipaksa meninggalkan tanah dan rumah mereka untuk sama-sama tinggal di kem tahanan berpusat. Kehidupan yang sangat menyedihkan di dalam kem tahanan seperti kelaparan dan berpenyakit telah menyebabkan beribu-ribu rakyat Libya menemui ajal mereka. Mereka yang dipercayai membantu pasukan Mujahidin telah digantung dan ditembak. Lebih 100,000 orang telah dipaksa ke kem tahanan di kawasan Baraqa. Daripada jumlah itu hanya 35,000 orang yang berjaya meneruskan kehidupan.

Marshall Roodolfo Graziani juga mengetuai kempen ketenteraan dengan menawan kumpulan Oasis Al Kufra, yang merupakan tulang belakang penentang. Di luar kem iaitu di kawasan pergunungan, pasukan Mujahidin kembali berjuang menentang pendudukan Italy. Umar Mukhtar tetap teguh dengan pendiriannya. Beliau sekali-kali tidak akan menyerah atau berputus asa. Beliau meningkatkan penentangan di Gunung Akhdar. Suku kaum dari daerah yang berhampiran turut menyertai beliau dalam perjuangannya.

Tetapi pada tahun 1931, pihak Mujahidin kehabisan bekalan makanan, maklumat dan bekalan senjata. Umar Mukhtar yang pada ketika itu telah berumur 80 tahun telah jatuh sakit beberapa kali. Ramai pengikutnya meminta beliau menggantung senjata dan meninggalkan negara tersebut. Beliau begitu marah apabila dinasihatkan meninggalkan perjuangannya selama ini dek kerana usianya yang sudah lanjut. Tetapi dengan semangat yang teguh beliau terus meneruskan perjuangan membebaskan negaranya. Atas dasar itu beliau telah digelar “Singa Padang Pasir”.

Pihak Italy yang menyangka bahawa Umar Mukhtar boleh dibeli telah menawarkan beliau elaun sebanyak 50,000 lira Italy sebagai pertukaran untuk beliau menandatangani perjanjian perdamaian. Namun beliau enggan dengan berkata bahawa pendiriannya tetap teguh dan jitu. “Kita mempunyai sunnah Nabi Muhammad yang boleh membimbing kita dalam jihad kita,” kata beliau memberikan kata-kata semangat kepada pengikut-pengikutnya.


Semasa ditahan oleh tentera pengecut Fasis Italiano... 

Dalam usaha memerangkap Mukhtar dan orang-orangnya yang terperangkap di Gunung Akhdar, kerajaan Italy telah mengarahkan sempadan Mesir, Chad dan Sudan ditutup. Peristiwa ini dipanggil Italy Holocaust di Libya. Pada 12 September 1932, dalam satu misi pengintipan tentera Italy, selepas satu pertempuran yang sengit, Umar Mukhtar dan pasukannya telah diserang dan ditangkap. Kira-kira 40 orang pengikutnya telah terbunuh. Hanya beliau yang terselamat dan telah diserahkan kepada Komandan tentera Italy. Umar Mukhtar telah ditawarkan pengampunan dalam usaha menukar pendirian beliau dan pengikut-pengikutnya agar menghentikan perjuangan. Tetapi tawaran itu telah ditolak oleh Umar Mukhtar dengan tegas. Beliau bersedia untuk menghadapi perbicaraan pada 15 September 1931. 

Perbicaraan itu merupakan suatu perbicaraan yang tidak adil yang hanya mengambil masa selama 75 minit. Hasil perbicaraan itu, Umar Mukhtar telah jatuhkan hukuman mati. Hukuman mati itu berlangsung pada 16 September 1931 di bandar raya Solouq di hadapan 20,000 rakyat Libya. Hukuman mati yang dikenakan terhadap Umar Mukhtar telah dilaksanakan tanpa menimbangkan usianya yang telah lanjut dan tanpa mengikut undang-undang antarabangsa dan perjanjian semasa peperangan. Namun sewaktu hendak di tali gantung jelas kelihatan ketenangan di raut wajah Umar Mukhtar. Beliau sempat bersembahyang sunat sebelum dihukum gantung. Selepas dihukum gantung, Umar Mukhtar yang dianggap simbol pembebasan dan jihad Libya dengan segera telah dikebumikan di Ben-Ghazi. Makamnya telah dikawal dengan rapi oleh tentera Italy.

Kematian Umar Mukhtar telah mencetuskan bantahan daripada negara Arab dan negara Islam. Rakyat mengadakan demonstrasi jalanan dan sembahyang jenazah untuk beliau telah diadakan. Kematian Umar Mukhtar telah menyebabkan pergerakan pembebasan di Libya hilang arah tujuannya. Hal ini telah memudahkan kerajaan Rom mengisytiharkan Libya diletakkan di bawah pemerintahan tentera Italy pada 24 September 1932. Penguasaan Italy terhadap Libya berterusan sehingga Italy tewas dalam Perang Dunia Kedua dan Libya diletakkan di bawah penyeliaan Tentera Bersekutu sehingga 24 Disember 1951, apabila Libya mencapai kemerdekaan selepas beberapa tahun dijajah.

Pada tahun 1933, Pengerusi Jabatan Kesihatan dan Ketenteraan Italy, Dr. Todesky telah menulis di dalam bukunya Cerinaica Today, antara kandungan tulisannya berbunyi: Dari May 1930 hingga September 1930, dianggarkan kira-kira 80,000 rakyat Libya telah dipaksa meninggalkan tanah dan rumah mereka untuk tinggal di kem tahanan berpusat. Dalam satu-satu masa 300 orang telah dibawa ke kem tersebut dengan dikawal oleh tentera Italy bagi memastikan mereka tidak melarikan diri. Dr. Todesky menyambung, “Pada penghujung 1930, semua rakyat Libya yang tingal di dalam khemah telah dipaksa tinggal di dalam kem tersebut. 55% daripada mereka telah menemui ajal di dalam kem tahanan tersebut”. Ahli sejarawan Libya, Mahmoud Al At-Taeb berkata di dalam wawancara dengan majalah Libya, Ash-Shoura (Oktober 1979) bahawa pada bulan November 1930, sekurang-kurangnya 17 upacara pengebumian diadakan di kem tersebut akibat mati kelaparan, penyakit dan kemurungan.

Apabila akhbar-akhbar dari seluruh dunia mempersoalkan tentang nasib buruk serta layanan yang tidak berperkemanusiaan yang diterima oleh rakyat Libya di dalam kem tahanan tersebut, tentera Italy mula mengambil perhatian dengan membekalkan makanan kepada rakyat Libya sebanyak 22 kg seorang untuk sebulan. Namun tindakan kerajaan Italy itu sudah terlambat kerana ramai rakyat Libya yang telah terkorban akibat kekejaman mereka.

Walaupun Umar Mukhtar telah meninggal dunia, jasa, perjuangan dan pengorbanannya menentang penjajahan telah menjadi inspirasi dan sentiasa bersemadi di dalam hati rakyat Libya mahupun masyarakat Arab dan Islam hingga ke hari ini. Lantaran itu, sebagai penghargaan kepada Umar Mukhtar:

• Libya mengisytiharkan kemerdekaannya pada 16 September, tarikh Umar Mukhtar dihukum gantung.

• Pada ulang tahun ke 56 kematian Umar Mukhtar, kerajaan Libya membina sebuah muzium untuk menunjukkan kepada rakyat senjata yang digunakan oleh Umar Mukhtar dan pengikut-pengikutnya.

• Mata wang kebangsaan Libya – dinar memaparkan gambar Umar Mukhtar.

• Pada tahun 1991, Umar Mukhtar telah dianugerahkan Yemeni Medal of Independence of The First Degree yang diterima oleh anaknya.

• Pada tahun 1940, kelab Umar Mukhtar telah ditubuhkan di Mesir. Persatuan lain juga telah ditubuhkan menggunakan namanya di seluruh negara Arab dan negara-negara Islam.

• Sebuah filem berdasarkan riwayat hidupnya lakonan Anthony Quinn telah diterbitkan.

...............................



“Kami tidak akan menyerah…..Menang atau Mati….Jangan kira ini sudah berakhir…..Kalian Wahai bangsa penjajah pasti akan berperang menghadapi generasi masa depan kami, dan generasi berikutnya dan berikutnya…Sementara Saya, umur saya akan jauh lebih panjang dari umur orang yang menghukum mati saya”.

Demikianlah, kata-kata abadi Syaikh Para Mujahid dan “Singa Padang Pasir” Umar Mukhtar, Pahlawan tertangguh dan pejuang teladan yang pernah dicatat oleh sejarah kemerdekaan dan pembebasan bangsa-bangsa dari penjajahan asing yang biadab.
“Hidup biar mulia, mati biar syahid. ‘Isy ‘azizan aumut syahidan!”
Lelaki bertubuh sasa, tegap dan gagah perkasa yang telah ditelan usia itu melangkah longlai tenang menuju ke tiang gantung. Kedua belah tangannya terbelenggu di belakang. Namun matanya masih tetap bersinar menaruh keyakinan terhadap masa depan negara dan rakyatnya. Raut mukanya tidak menampakkan rasa gentar atau takut menghadapi suasana kematian. Ia begitu gagah walaupun maut sedang menantinya tidak beberapa saat lagi. Ia tersenyum mengimbau kembali peristiwa-peristiwa yang ia lalui sehingga ia ditangkap dan dihukum di tali gantung.

Pengorbanannya terhadap negaranya yang tercinta. Ia berpuas hati apa yang beliau telah lakukan selama ini. Ia redha jalan yang dipilihnya sendiri. Sebentar tadi ketika beliau dibenarkan bersolat Subuh, beliau sujud begitu lama sehingga darah yang menyelinap ke seluruh anggotanya terasa kebas-kebas mengadu dan berdoa ke hadhrat Allah s.w.t. supaya Allah mengampuni segala dosa-dosanya selama ini dan memohon kepadaNya supaya negara dan rakyat bebas dari belenggu penjajahan. Beliau telah bersedia menemui Penciptanya sekarang.

Suasana hening di pagi yang sejuk menikam qalbu, kedengaran tangis-sedu menyelubungi orang-orang yang berada di sekelilingnya. Mereka menatap lelaki berusia 80 tahun itu dengan wajah muram. Air mata masing-masing tidak dapat ditahan, luruh bagaikan mutiara berguguran. Bagi mereka yang berada di sekitar kawasan penjara dan di tempat-tempat lain, turut merasainya, semua mereka sedar bahawa sudah sampai ketika dan waktunya beliau akan menjalani hukuman gantung sampai mati pada pagi itu. Beritanya tersebar ke seluruh pelusuk negara. Masing-masing mengangkat tangan menadah ke langit memohon keampunan dari Allah Maha Besar dan memberi darjat yang tinggi kepada beliau dan ditempatkan bersama-sama dengan orang-orang solehin dan para-anbiya.

Tidak beberapa saat berlalu, suasana pagi yang hening kesejukan pagi itu dipecahkan dengan jerit pekik tangis bersahut-sahutan ketika mereka melihat lingkaran tali tiang gantung menjerut leher pahlawan mereka, Omar Al-Mukhtar. Singa Padang Pasir itu telah kembali kepada Penciptanya pada 16 September 1931 di Kota Solouq. Selesai sudah perjuangannya melawan penjajahan Italy, tetapi perjuangannya itu akan tetap diteruskan oleh anak watan.

Omar Al-Mukhtar memang dipandang sebagai simbol kepahlawanan menentang penjajahan Itali bagi rakyat Libya. Sejak Italy mulai mencengkam di negara tersebut pada Oktober 1911. Ia telah menjadi perintis mencetuskan semangat rakyat Libya menyalakan bara perjuangan rakyat menentang penjajahan Italy.


Syahid di Tiang Gantung

Gelora perjuangannya juga menambat hati rakyat Libya lainnya dan berjaya melahirkan ramai para mujahid seperti Ramadan As-Swaihli, Mohammad Farhat Az-Zawi, Al-Fadeel Bo-Omar, Solaiman Al-Barouni dan Silima An-Nailiah.

Usaha Italy menguasai Libya dilakukan dengan menyerang dan menguasai kota-kota di sebelah pantai seperti Tripoli, Benghazi, Misrata dan Derna secara berturut-turut, satu demi satu jatuh ke tangan penjajah Itali. Meski pun demikian, Omar kerap kali menjadi batu halangan kepada mereka. Ia mampu membangkitkan semangat perjuangan rakyat Libya menentang Italy dengan semangat perjuangan yang kental.

Perjuangan mereka telah menciptakan beberapa pertempuran yang hebat. Misalnya pertempuran yang terjadi di Al-Hani dekat Tripoli pada 23 Oktober 1911, Ar-Rmaila dekat Misrata, Al-Fwaihat dekat Benghazi pada Mac 1912 dan Wadi Ash-Shwaer dekat Derna.

Perjuangan rakyat Libya menghasilkan kejayaan yang cemerlang-gemilang. Pejuang-pejuang pimpinan Omar pernah terlibat dalam pertempuran besar di Al-Gherthabiya, dekat Sirt pada bulan April 1915. Italy kehilangan ribuan tentera. Pertempuran-pertempuran seperti ini sering berlaku membuatkan penjajah Italy terpaksa membalas serangan yang memakan masa yang panjang, tahun demi tahun untuk menguasai negara ini.

Meski pun begitu pada akhirnya, wilayah-wilayah yang dipertahankan oleh para mujahidin jatuh ke tangan penjajah. Jatuhnya wilayah demi wilayah membuat para pejuang meninggalkan rumahnya dan menuju ke pegunungan. Mereka tidak pernah berdiam diri terus merancang pelbagai strategi menyerang balas.

Pada tahun 1922 Omar telah membentuk satu kumpulan para mujahidin dan menggegarkan kembali operasi perjuangan menentang penjajahan Italy ke atas negaranya. Ia mengumpulkan kembali mujahidin di The Green Mountain (Aj-Jabal Al-Akdar), bahagian Tenggara Libya. Perkara ini terjadi setelah tamatnya Perang Dunia pertama dan pada masa itu penjajah Italy terfikir bahawa mereka mampu untuk membenamkan sepenuhnya perjuangan rakyat Libya. Jangkaan Italy ternyata silap.

Perjuangan yang tercetus kembali itu membuat pihak berkuasa Itali merasakan mereka berada dalam suasana yang amat tertekan, bahaya tiba-tiba datang sering mengancam keselamatan. Mereka tidak mahu membiarkan perjuangan menuntut kebebasan ini semakin merebak. Lalu pemerintah Pusat Italy, Badolio yang terkenal dengan kekejamannya yang sering kehausan darah rakyat Libya untuk diratahnya telah mengambil tindakan ketenteraan untuk merendam bara perjuangan tersebut.

Badolio bukan sahaja ditugas untuk menumpaskan Omar Al-Mukhtar dan pasukannya. Bahkan ia juga diberikan keizinan untuk membunuh rakyat Libya yang memberi sokongan dan membantu para mujahidin di mana jua mereka berada.

Tidak beberapa lama kemudian diktator Musolini mengirimkan komandan yang berperilaku lebih zalim daripada Badolio. Ia mengambil alih tugas Badolio dan membentuk pasukan tugas khas untuk menumpaskan gerakan yang diketuai oleh Omar dan bertindak membunuh lebih ramai rakyat Libya yang tidak berdosa. Komandan yang dihantar oleh Musolini ini pada fikirannya boleh menyelesaikan masalah Libya secara langsung adalah Rodolfo Grasiani. Malah kabinet Musolini telah dimaklumkan bahawa kedatangan khas Grasiani akan membuat suasana di Libya dapat dikawal sepenuhnya.


“Jika tidak bersamaku, maka mereka adalah lawanku”

Grasiani bersetuju pergi ke Libya dengan syarat tidak ada peraturan yang dapat menghalangnya dari melakukan berbagai tindakan ke atas Libya termasuk peraturan –peraturan antarabangsa. Ia boleh melakukannya tanpa halangan dan sekatan mengikut kehendak hatinya bagi kepentingan Italy. Sebelum ditugaskan ke Libya, ia pergi ke Morj, Switzerland untuk merancang serangan terhadap Libya.

Rancangan Grasiani dipersetujui sepenuhnya oleh Musolini sebab ia berpegang kepada prinsip ”jika tidak bersamaku, maka mereka adalah lawanku”. Dengan demikian untuk menguasai Libya pelbagai kaedah dan cara dihalalkan, tidak lagi mempedulikan sebanyak mana kos yang terlibat dan berapa banyak mangsa yang tidak berdosa terpaksa dikorbankan.

Tindakan pertama Grasiani di Libya ialah memutus, menyekat dan mencegah segala bentuk hubungan dengan mujahidin dan dengan Negara-negara jiran yang memberi bantuan membekalkan senjata dan juga maklumat kepada para pejuang Libya. Ia membina kawat berduri sepanjang 300 km, tinggi 2 meter dan lebar 3 meter dari pelabuhan Bardiyat Slaiman Libya Utara sampai Al-Jagboub Libya Tenggara.

Beliau juga membina kem berpusat yang dikawal rapi di mana ribuan rakyat Libya mesti hidup dalam pengawasan tentera Italy. Ia membina banyak kem-kem seumpama ini di Al-Aghaila, Al-Maghroun, Solouq, dan Al-Abiyar. Keseluruhan rakyat Libya merasa tertekan dan tertindas akibat perbuatan Grasiani ini. Mereka hidup seperti haiwan di kandang tidak ada kebebasan.

Pada akhir bulan November 1929 sebahagian besar rakyat Libya dipaksa hidup di kem-kem di Al-Jabal Al-Akdar, Mortaf-Aat Al-Thahir dari Beneena Utara sampai Ash-Shlaithemiya Selatan, dari Tawkera ke bahagian selatan padang pasir Balt Abdel-Hafeeth. Kehidupan rakyat Libya di kem-kem ini sangat mengerikan. Ribuan rakyat Libya mati kelaparan, banyak juga yang mati kerana ditembak atau digantung sebab disyaki membantu perjuangan para mujahidin pimpinan Omar Al-Mukhtar.

Pada tahun 1933, Ketua Jabatan Kesihatan Angkatan Tentera Darat Italy, Dr Todesky menulis dalam bukunya bertajuk ‘Cerinaica Today’. Dalam bukunya itu ia menyebutkan bahawa dari bulan Mei hingga bulan September 1930, lebih daripada 80 ribu rakyat Libya dipaksa meninggalkan tanah kelahirannya dan hidup di kem-kem ini.

Setiap kumpulan rakyat Libya yang berjumlah 300 orang sekali jalan mendapat kawalan ketat dari tentera Italy. Todesky berkata bahawa pada akhir tahun 1930 semua rakyat Libya dipaksa untuk hidup di kem-kem ini. Sebanyak 55 peratus dari 80 ribu rakyat Libya meninggal di kem-kem tersebut.

Seorang sejarawan Libya, Mahmoud Ali At-Taeb menyatakan bahawa pada bulan November 1930 paling tidak terdapat 17 acara pengebumian dalam sehari terjadi di kem-kem tersebut akibat kelaparan, penyakit dan tekanan mental yang maha hebat yang tidak tertanggung oleh manusia normal.

Di luar kem-kem ini, mujahidin yang bertahan di daerah pergunungan terus berjuang menentang penjajahan Italy. Namun, pada tahun 1931 mujahidin kehabisan stok makanan dan bekalan perubatan. Pemimpin mujahidin, Omar Al-Mukhtar, jatuh sakit dan banyak para mujahidin memintanya untuk berhenti berjuang dan meninggalkan Libya dan berselindung di Negara jiran yang bersimpati dengan perjuangan mereka buat sementara waktu sehingga kesihatannya pulih seperti sedia kala dan kembali menyusun perjuangan seterusnya. Namun, beliau menolak tawaran tersebut dan tetap meneruskan perjuangan menentang tentera Itali.

Atas kegigihan dan keberanian melawan penjajahan Italy, maka beliau digelar sebagai ‘Singa Padang Pasir’. Meski pun pada akhirnya, usia senja tidak mampu membuatnya bertahan untuk memikul senjata meneruskan perjuangan. Ia ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Pendakwaan dan hukuman tetap dilakukan tanpa mempedulikan Undang-undang antarabangsa seperti mana yang ditetapkan dalam ‘Perjanjian Geneva’ dalam soal mempertimbangkan tahap kesihatan Omar Al-Mukhtar dan usianya yang sudah lanjut membolehkan beliau dikecualikan dari hukum tali gantung.

Semakin redupnya bara kepahlawanan memberi peluang kepada Italy meneruskan cita-citanya dan akhirnya Italy dapat menguasai Libya setelah melakukan pertempuran selama 20 tahun. Italy hanya mampu berkuasa di Libya sehingga tahun 1943 sahaja akibat kekalahannya di Perang Dunia Kedua. Libya kemudian berada di bawah kekuasaan pasukan sekutu hingga 24 Disember 1951. Italy memerdekakan Libya pada 21 Disember 1951.


Lion of the Desert is a 1981 Libyan historical action film starring Anthony Quinn as Libyan tribal leader Omar Mukhtar, a Berber Bedouin leader fighting the Italian army in the years leading up to World War II and Oliver Reed as Italian General Rodolfo Graziani, who attempted to defeat Mukhtar. It was directed by Moustapha Akkad and funded by the government under Muammar Gaddafi.[1] Released in May 1981, the film was liked by critics and audiences[citation needed] but performed poorly financially, bringing in just $1 million net worldwide.[citation needed]. The film was forbidden in Italy in 1982 and was only shown on pay TV in 2009.


Mana Dia Omar Al-Mukhtar Abad ke-21?

Begitulah serba ringkas kisah Omar Al-Mukhtar yang berjuang ke titisan darah terakhir. Kisah beliau ini telah difilemkan. Sejarah menuntut kemerdekaan ini sering bertukar tidak pernah padam selagi ada bumi dan matahari, hanya yang bertukar ialah penjajahan dalam bentuk baru iaitu penjajahan dalam bentuk politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan dan sebagainya dan menjadikan pemimpin tempatan sebagai boneka kepada tuannya. Ini berlaku di Iraq, di Afghanistan, di Khasmir, di Chechnya dan lain-lain Negara umat Islam yang terpaksa tunduk dengan negara kuffar iaitu Amerika Syarikat yang menjadi negara kuasa besar tunggal atau polis dunia tanpa saingan selepas kehancuran Soviet Union pada tahun 80an. Maka tamatlah perang dingin yang menjadi pengimbang di antara dua kuasa besar yang berjaya mempengaruhi politik dan ekonomi dunia ketika itu. Ada lagikah kepahlawanan seperti yang ditunjukkan oleh Omar Al-Mukhtar ini di negara umat Islam sekarang ini!.


https://muhtarsuhaili.wordpress.com/2007/03/24/omar-al-mukhtar-singa-padang-pasir/