ads

Monday, August 24, 2015

PANTUN MAKRIFAT WALI SONGO




KISAH WALI SONGO

Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Budha - Hindu dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Kisah Walisongo – Jika kita mempelajari sejarah penyebaran kebudayaan islam di nusantara khususnya pulau jawa, maka tidak lepas dari kisah-kisah para sembilan walisongo. Karena Walisongo merupakan simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Pada era tersebut, merupakan masa/era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya nusantara yang kemudian digantikan dengan kebudayaan islam. Pelopor atau Tokoh pendahulu walisongo yaitu Syekh Jumadil Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II yaitu Puteri Selindung Bulan.

Selain walisongo, sebenarnya banyak tokoh-tokoh yang ikut berperan aktif dalam penyebaran islam di nusantara, namun peranan walisongo sangat begitu besar dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat para walisongo memiliki nilai plus dan lebih banyak disebut namanya dalam sejarah penyebaran islam di Jawa.

Dalam kisah-kisah walisongo, disebutkan bahwa para sembilan wali tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru- murid. Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai ” tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa – yakni nuansa Hindu dan Budha.

Untuk mempelajari secara lengkap tentang sejarah walisongo serta kisah-kisah para sembilan walisanga, sengaja duniabaca.com kutip langsung dari wikipedia dan berbagai sumber lain, sebagai penambah ilmu pengetahuan kita tentang dunia sejarah.



ARTI / PENGERTIAN WALISONGO

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra’il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir.

Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal.




PANTUN MAKRIFAT WALI SONGO

Sama-samalah kita berfikir akan maksud tersurat dan tersirat yang terkandung di sebalik pantun-pantun ini. Sesungguhnya, pantun ini memberikan kata pembayang dan dan kata penyudah yang amat bernilai jika kita benar-benar memikirkannya!.

Awal Bismillah mula disebut,
Rahman dan Rahim sifat mengikut,
Dunia akhirat nyatalah luput,
Jalan hakikat pula diturut.

Alhamdulillah pujinya insan,
Rabbil Alamin sifatnya Tuhan,
Selawat Nabi akhirnya zaman,
Muhammad Amin Abi Burrahman.

Jalan takzim pula dikata,
Atas Nabi junjungan kita,
Sahabat yang empat nyatalah serta,
Tiada berhenti sekejap masa.

Jalan hakikat sangat terbilang,
Tiada binasa urat dan tulang,
Daging dan darah tiada hilang,
Kerna sifat dibawa pulang.

Jika sifat sudah binasa,
Kepada Nabi tiada berjumpa,
Segala amalan tiada tiba,
Tiada dapat syurga yang baqa.

Jangan binasa sifatmu tuan,
Tiada berjumpa hamba dan Tuhan,
Hakikat kita tinggal di jalan,
Segala amalan menjadi haiwan

Jika kita tidak mengkaji,
Kepada Nabi mendapat keji,
Malaikat tiada membawa wahi,
Allah tiada mungkirkan janji

Mengenal Tuhan tak boleh nyata,
Kerna tak boleh dipandang mata,
Hingga diri jua dicita,
Kenal olehmu sifatnya kita.

Tatkala Adam dengannya Hawa,
Dendam berahi antara berdua,
Nafi dan isbat itulah dia,
Kepada kita menjadi rahsia

Cari guru mengenal diri,
Yang diamanat olehlah Nabi,
Jangan takut penat dan rugi,
Asalkan dapat ilmu sejati.

Guru mursyid harus dicari,
Itulah ulama pewarisi Nabi,
Jika di situ dia mengajari,
Di situlah tuan menyerah diri.

Wahai sekelian saudaraku,
Mengenal waktu biarlah tentu,
Kalau tak kenal waktu itu,
Akhirnya kamu menyembah batu.

Waktu kita di alam roh,
Berkata Allah kepada nyawa,
Bukankah Aku Tuhanmu segala?
Betullah Engkau Tuhan katanya nyawa

Jadi olehmu mursyid utama,
Sebenar makrifah boleh dibawa,
Seperti badan dengannya nyawa,
Dunia akhirat bersama-sama.

Hakikat makrifat menyucikan badan,
Air maal hayat yang menjalankan,
Zikrullah yang diasyikkan,
Kurangkan tidur ataupun makan.

Jalan hakikat bukan kepalang,
Jalan disuluh semuanya terang,
Zahir dan batin semuanya lapang,
Kerana Sir yang Empunya pandang.

Wahai saudaraku dengarlah tuan,
Sebenar hidup katakan Tuhan,
Kuntum yang tujuh di situ tersimpan,
Itulah pakaian Wali Sembilan.

Kuatnya tubuh itulah nyawa,
Sekalian yang zahir takluk padanya,
Syurga yang tujuh Dia yang punya,
Kepada kita menjadi rahsia

Jalan hakikat sangat terpilih,
Hendaklah tahu asalnya benih,
Nafi di dalam hati yang putih,
Makrifat kita barulah jernih.

Sifat makni tidak bersekutu,
Sifat Allah namanya itu,
Tiada boleh bandingkan sesuatu,
Wujud Allah namanya itu

Tuntutlah ilmu walau di mana,
Amal dan ilmu tiada terhingga,
Amal tanpa ilmu diazab kita,
Di akhirat tiada berguna.

Kejadiannya kita dari air lazat,
Cahayanya seperti kilat,
Tatkala asyik tiada ingat,
Barulah ada junub dan janabat.

Di wadi mani manikam,
Asalnya ia daripada kalam,
Dengan kudrat Tuhan Khaliqul Alam,
Yang menjadikan tubuh anak Adam.

Kalau kita tidak mengkaji,
Kepada Tuhan mendapat keji,
Malaikat tiada membawa wahi,
Allah tiada mungkirkan janji.

Jika tariqat hendak dibawa,
Carikan guru akan petua,
Supaya jangan bertuhankan nyawa,
Hakikat kita tiada derhaka

Syarat rukunnya sudah ketahui,
Sah batalnya demikian lagi,
Amal diterima Tuhan Ilahi,
Syarat rukunnya sudah ketahui.

Siapa beramal dengan jahalnya,
Tiada tahu sah batalnya,
Amal tiada diterima Tuhannya,
Di dalam neraka kekallah ia

Wahai sekelian saudaraku,
Mengenal Ka'abah biarlah tentu,
Jika tak kenal Ka'abah itu,
Akhirnya kamu menyembah batu.

Wahai saudara tua dan muda,
Fikirkan olehmu senantiasa,
Janganlah seperti orang yang buta,
Tinggal ilmu mencari harta.

Hidup tiada ingat akan mati,
Bersukaria sepanjang hari,
Hanya harta dapatkan diri,
Tiga lapis kain kafan saja Ia beri.

Jalan hakikat bukan kepalang,
Jalan disuluh semuanya terang,
Jikalau hati syak dan waham,
Cahaya yang terang menjadi kelam.

Wahai sekalian saudara-saudaraku,
Jalan hakikat demikianlah itu,
Jikalau boleh pintalah selalu,
Jangan binasa sifatmu itu.

Hati yang mukmin suci dan ikhlas,
Laksana air di dalam gelas,
Cuci hatimu seperti kapas,
Makrifah kita barulah jelas.

Syariat itu martabatnya tinggi,
Yang dipakai oleh Sayyidina Ali,
Barangsiapa dapat asalnya jadi,
Yang bergantung tiada bertali.

Syariat tariqat terlalu mulia,
Itulah pakaian Wali Ambiyya,
Barangsiapa dapat asalnya,
Bolehlah membawa badan dan nyawa.

Berhati hati tatkala berjalan,
Takut kaki terpijak duri,
Belajar baik baik jalan Ketuhanan,
Jangan sampai bertuhankan diri.

Baik baik menebang buluh,
Buluh ditebang dikerat kerat,
Hati hati mengenal tubuh,
Didalam tubuh adanya sifat.


Dari Wattsapps: Yang Arif Yusuf Din





No comments: